ETIKA BISNIS, CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR), dan PPM
Perusahaan tidak hanya
mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada
pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap
pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya
melebihi kewajiban-kewajiban di atas.
Pemikiran yang mendasari CSR
(corporate social responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika
Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban
ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder)
tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi
kewajiban-kewajiban di atas. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini
antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang
sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan
lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan
perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate
philantrophy).
Ada berbagai penafsiran tentang
CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu perusahaan, namun yang
paling banyak diterima saat ini adalah pendapat bahwa yang disebut CSR
adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal-hal yang
diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public relations.
Hasil Survey “The Millenium
Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International
(Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business
Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan
bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa
etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan,
tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan, sedangkan
bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling
mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas
faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen
terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin
“menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang
bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan
perusahaan tersebut.
Stakeholder Concept
Dalam kaitan ini, sejak
didirikan hampir 34 tahun yang lalu PPM telah secara sadar menganut
stakeholder concept dan bertekad untuk selalu berperilaku etis. Sampai
sekarang PPM mempertahankan keyakinannya akan konsep tersebut dalam
perilakunya. Misalnya, bagi PPM praktik KKN selalu merupakan hal yang
diharamkan, apapun konsekwensinya. Etika Bisnis sudah sejak 1967
merupakan mata ajaran wajib bagi peserta program bergelar jangka
panjang, walaupun sempat dianggap tidak realistis oleh masyarakat
bisnis. Nilai-nilai luhur yang ditanamkan tersebut diduga menyebabkan
bahwa `tingkat ngemplang` atau `default rate` pelunasan besasiswa
pinjaman diantara peserta program `Wijawiyata Manajemen` tidak sampai
1%.
Etika Bisnis sudah sejak 1967
merupakan mata ajaran wajib bagi peserta program bergelar jangka panjang
di PPM, walaupun sempat dianggap tidak realistis oleh masyarakat
bisnis.
Beberapa contoh tanggung jawab
sosial PPM adalah berbagai proyek pembinaan pengusaha kecil, yang telah
dilakukan sejak tahun 1982 (jauh sebelum ada `demam membina pengusaha
kecil` karena kebijakan Pemerintah), baik secara langsung, maupun dengan
melatih konsultan-konsultan bagi pengusaha kecil agar dapat mendorong
percepatan (multiplier effect) dalam pembinaan pengusaha kecil tersebut.
Bekerjasama dengan Bank Indonesia, PPM juga menyebar-luaskan kiat-kiat
bagi mereka melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan Indosiar.
Dan saat ini, bekerjasama dengan Unilever Indonesia, PPM juga sedang
terlibat dalam “Program Penciptaan Wirausaha Kecil dan Menengah Baru”
bagi pengusaha kecil.
Akhir-akhir ini PPM juga
terlibat dalam berbagai proyek yang berkaitan dengan corporate
governance); salah satu staf PPM duduk dalam Executive Board IICG
(Indonesian Institute for Corporate Governance) yang didirikan para
pelaku bisnis dan MTI (Masyarakat Transaparansi Indonesia). Juga PPM
merupakan salah satu lembaga yang mendirikan IICD (Indonesian Institute
for Corporate Directorship), dan perwakilan PPM duduk dalam Badan
Pengawas maupun Executive Board . PPM juga telah mengambil prakarsa
mendirikan `Dewan Bisnis bagi Martabat Manusia` /Business Council for
Human Dignity yang pernah diliput dalam Jejaring yang lalu.
Khusus tentang CSR, PPM terlibat dalam suatu proyek dari ADSGM
(Association of Deans of Southeast Asian Graduate Schools of
Management) dimana STM-PPM adalah salah satu pendiri. Proyek CSR ini
didasari suatu observasi bahwa peusahaan-perusahaan di Asia tampaknya
kurang peduli terhadap CSR (dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan di
Barat) sehingga diputuskan untuk menaikkan `awareness` dan kepedulian
perusahaan-perusahaan di Asia tersebut dengan menulis kasus-kasus
tentang CSR di Asia. Proyek ini diikuti wakil-wakil dari sekolah2 bisnis
terkemuka di Filipina, Thailand, Malaysia, Singapore, RRC, Vietnam,
India dan Indonesia, dan didukung pendanaan dari Aspen Institute, CIDA
dan Japan Foundation. Diharapkan dapat dihasilkan sekitar duapuluh kasus
tentang CSR yang akan dibukukan tahun ini untuk disebar luaskan dan
dipakai sebagai bahan pelajaran di sekolah-sekolah bisnis di Asia,
Amerika dan Canada. Dalam proyek ini PPM sangat terlibat dan peserta
dari PPM telah menulis dua kasus tentang Inti Indorayon Utama dan satu
kasus tentang Aqua.
PPM meyakini, bahwa walaupun
temuan survai yang disebut didepan mencerminkan pendapat konsumen di
negara maju, tampaknya kecenderungan kedepan bagi konsumen Indonesia
juga akan searah. Hal ini kiranya perlu dicatat para pelaku bisnis;
bahwa di Indonesia CSR juga akan makin berperan, dan berbisnis dengan
melakukan CSR akan menjadi suatu investasi bagi masa depan perusahaan.
Sumber: http://goodcsr.wordpress.com/about/etika-bisnis-corporate-social-responsibility-csr-dan-ppm/
0 komentar:
Posting Komentar